PEMBAGIAN DAN RUANG LINGKUP FIQH MUMALAH
Oleh
: Mohammad Suyudi
Ash-sholatu wa as-salamu ala Rasululillah, wa
ba’du.
Setelah kita pelajari bersama tentang apa arti fiqh muamalah pada pembahasan sebelumnya tentang Pengertian Fiqh Muamalah, pada dasarnya secara tersirat kita sudah dapat mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kajian di dalamnya. Namun sebelum membahas hal tersebut, perlu untuk kita ketahui terlebih dahulu tentang pembagian dari pada fiqh muamalah itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan mengingat bahwa dalam pengertian fiqh mumalah banyak didefinisikan secara arti luas dan sempit, maka penting sekali mengetahui pembagiannya.
A.
Pembagian
Fiqh Muamalah
Menurut Ibnu Abidin yang notabene nya merupakan salah satu ulama yang memberikan
arti mumalah dalam arti luas, membagi fiqh mumalah ke dalam 5 bagian, yang
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hukum
kebendaaan (muawadlah maliyah);
2. Hukum acara
(muhasanat);
3. Pinjama (amanat dan ariyah);
4. Hukum
pernikahan (Munakahat); dan
5. Harta
peninggalan (tirkah).[1]
Dari pembagian yang dikemukakan di atas, sesuai dengan pandangan
Ibnu Abidin yang mendefinikan fiqh muamalah dalam arti luas, yang dapat kita
lihat bahwa hukum perkawinan dan harta peninggalan termasuk bagian dari pada
fiqh muamalah, meskipun keduanya sudah secara khsuus diatur dalam disiplin ilmu
tersendiri. Dimana terkait dengan hukum perkawinan atau pernikahan diatur
secara khusus dalam fiqh munakahat dan tentang harta peninggalan
diatur dalam fiqh mawaris (warisan). [2]
Berbeda dengan Al-Fikri dalam kitabnya “Al-Muamalah al-Madaniyah wa al-Adabiyah, ia membagi fiqh muamalah dari
perspektif subjek dan objek dari pada perkara mumalah itu sendiri. Sehingga
dalam pembagiannya, dapat dikatakan lebih umum dan ringkas dari pada apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Abidin sebelumnya.
Adapun pembagian yang dimaksud, Al-Fikri membagi fiqh muamalah ke
dalam 2 macam berikut:[3]
1. Al-Muamalah al-Madaniyah
Al-Muamalah
al-Madaniyah merupakan fiqh muamalah yang mengkaji muamalah dari perspektif
objeknya. Objek itu sendiri maksudnya adalah segala sesuatu yang menjadi objek
dalam perkara muamalah. Misal dalam perkara jual beli, maka objeknya adalah
barang yang diperjualbelikan. Hal yang demikian menjadi dasar bagi para ulama
dalam menyebut pula fiqh muamalah jenis ini sebagai muamalah yang bersifat
kebendaan.[4]
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam hukum Islam, segala
sesuatu yang menjadi objek muamalah diharuskan berupa sesuatu yang halal dan
diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan sesuatu yang haram dan syubhat
merupakan hal yang tidak diperkenankan di dalamnya. Misal, menjual daging babi
dan sabu yang notabene nya diharamkan dalam Islam atau menjual barang milik
orang lain dan lain sebagainya.
Selain itu termasuk dalam hal ini terkait dengan bagaimana
menggunakan suatu benda, bagaimana mendapatkannya, bagaimana menyalurkannya dan
berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan benda itu sendiri. Oleh karena itu,
berbagai akad seperti jual beli, gadai, sewa menyewa dan berabagai akad lainnya
menjadi kajian dalam mumalah jenis pertama ini.
2. Al-Muamalah al-Adabiyah
Al-Muamalah
al-Adabiyah merupakan fiqh muamalah yang mengkaji muamalah dari perspektif hal-hal
yang berkaitan dengan subjek hukumnya terkait dengan cara-cara bermuamalah itu
sendiri, seperti kejuuran, adanya kerelaan, dan sebagainya.
Dalam jenis fiqh muamalah ini, Islam memberikan aturan-aturan yang
dibentuk oleh Allah Taala dan disampaikan melalui Rasul-Nya terkait dengan
cara-cara atau syarat-syarat yang melekat pada manusia sebagai subjek dalam
bermuamalah itu sendiri, seperti keharusan adanya kejujuran dalam bermuamalah,
larangan adanyanya penipuan dan sebagainya.
Dengan demikian bila kita lihat pembagian fiqh muamalah
sebagaimana dikemukakan oleh Al-Fikri di atas, dapat dipahami bahwa manusia
dalam bermumalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya atau semata-mata untuk keuntungan di dalamnya. Melainkan juga
harus mematuhi setiap ketentuan yang diberlakukan oleh Allah Taala baginya.
Selanjutnya Sri Sudiarti dalam bukunya Fiqh Muamalah Kontemporer membagi fiqh muamalah berdasarkan sumber
hukumnya. Dimana dalam penjelasannya ia menyatakan bahwa fiqh muamalah terbagi
ke dalam 2 macam, yaitu : 1) fiqh muamalah yang bersumber dari Al-Quran dan
hadist; dan 2) fiqh muamalah yang bersumber dari hasil ijtihad para ulama.[5]
B.
Ruang
Lingkup Fiqh Muamalah
Pada sub bab sebelumnya sudah kita bahas bersama terkait dengan
pembagian fiqh muamalah, yang notabene nya ada berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa ulama terkait dengan hal tersebut. Dimana secara
tidak langsung kita sudah mendapat sedikit petunjuk apa sebenarnya yang menjadi
pembahasan pokok dari pada fiqh muamalah itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pandangan Ibnu Abidin yang
membagi fiqh muamalah ke dalam 5 bagian, dapat kita ketahui bahwa kelimanya
merupakan ruang lingkup dalam pembahasan fiqh muamalah itu sendiri.
Kemudian bila kita lihat pandangan Al-Fikri yang membagi fiqh
muamalah pada 2 macam yang lebih umum, maka dalam pembahasan ini perlu untuk
diperinci lagi dari pada elemen-elemen di dalamnya. Dimana pada pembahasan sebelumnya
dijelaskan bahwa fiqh muamalah dibagi ke dalam muamalah adabiyah dan muamalah
madiyah.
Muamalah adabiyah merupakan mumalah yang terkait dengan adab-adab
subjek hukum dalam bermumalah, yang di dalamnya dibahas tentang ijab, kabul,
kerelaan para pihak, hak dan kewaiban, kejujuran, penipuan , penimbunan dan
segala sesuatu yang bersumber dari panca indera yang berkaitan dengan harta
manusia itu sendiri.
Sedangkan muamalah madiyah, ruang lingkup yang menjadi pembahasan
di dalamnya antara lain adalah sebagai berikut:
1. Jual beli;
2. Gadai;
3. Jaminan (kafalah);
4. Pemindahan
Hutang (hiwalah);
5. Kepailitan (taflis);
6. Perseroan (syirkah);
7. Perseroan
harta dan tenaga (mudharobah);
8. Sewa
emnyewa;
9. Upah
mengupah;
10. Sayembara (jialah);
11. Gugatan (syuf’ah);
12. Pembagian
kekayaan bersama;
13. Pemberian
atau hibah;
14. Pembebasan;
15. Masalah mu’ashirah,
seperti bunga bank, asuransi dan lain sebagainya.[6]
[1] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 3.
[2] Pandji Adam, Fikih Muamalah Maliyah : Konsep,
Regulasi dan Implementasi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2017), hlm. 8.
[3] Ibid.
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 4.
[5] Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan:
FEBI UIN-SU Press, 2018), hlm. 9-10.
[6] Pandi Adam, Pandji Adam, Fikih
Muamalah Maliyah..., hlm. 9.
0 Komentar