![]() |
Gambar Pemanis |
TEORI TUJUAN HUKUM || Teori Etis, Utility dan Normative-Dogmatig
PENDAHULUAN
Dunia
merupakan panggung sandiwara, dimana setiap manusia memiliki
kepentingan-kepantingan sendiri yang selalu direalisasikan dengan kehendak
masing-masing dalam mencapainya. Kepentingan antara manusia yang satu
dengan lainnya tidak selamanya memiliki kesamaan, karena suatu kehidupan tidak
seindah yang dibayangkan jika tidak ada perbedaan yang melengkapinya.
Secara filosofi, perbedaan bukanlah sebuah ketidaksamaan, melainkan ia adalah suatu
ruang yang hendak membentuk keseimbangan. Dimana Tuhan menciptakannya
semata-mata untuk saling melengkapi satu sama lain.
Dulu,
sekarang, bahkan nanti hingga akhir hayat, dimanapun manusia berada, selalu
diikuti dengan sebuah kepentingan, tuntutan, kebutuhan yang diharapkan untuk
dapat dicapai. Namun
demikian keberadaannya, terkadang perbedaan persepsi dalam mencapai setiap
kepentingan, ada sebagian dari manusia yang menggangu kepentingan manusia
lainnya.
Dalam sebuah
istilah bahasa latin disebutkan bahwa manusia yang satu terkadang menjadi
serigala bagi manusia lainnya (homo
homini lopus). Artinya dalam kehidupan manusia yang berdampingan, akan
selalu diiringi
oleh sebuah gesekan abtara manusia yang satu dengan lainnya dalam memperoleh
kepentingannya masing.
Bahkan manusia
merupakan makhluk sosial, yang setiap hidupnya memerlukan manusia lain dalam
ememnuhi hajat hidupnya. Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon poloiticon atau makhluk
bermsyarakat yang oleh karenanya setiap manusia mempunyai hubungan antara yang
satu dengan lainnya, yang dengan hubungan tersebut menimbulkan hak dan
kewajiban.[1]
Ountuk
menjamin setian manusia tetap mendapatkan haknya dan tetap memenuhi
kewajibannya, maka dalam kehidupan manusia diperlukan sebuah normauntuk
menjamin setiap hak dan kewajiban atau kepetingan manusia. Termasuk dalam hal
ini adalah norma hukum. Norma hukum merupakan suatunorma yang berfungsi
melindungi kepentingan manusia dan hubungan antara manusia itu sendiri. Oleh
karena itu, norma hukum merupkan norma yang perlu dihayati, dipatuhi,
dilaksanakan serta ditegakkan.[2]
Hukum itu
sendirisecara bahasa berasal dari bahasa Arab “hukmu” yang berarti hukum atau ketetapan.Dalam beberapa Negara,
hukum memiliki istilah yang berbeda-beda.Pertama,
recht adalah bahasa Belanda yang berasal dari bahasa Latin “rectum” yang berarti bimbingan, tuntutan
atau pemerintahan.Kedua, Ius berarti
hukum yang berasal dari bahasa Latin “Iubere”
yang memiliki arti mengatur atau memerintah.Ketiga,
Lex berasal dari bahasa Latin “lesere”
yang memiliki arti mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah.[3]
Pengertian
hukum secara bahasa sebagaimana di atas tersebut adalah istilah yang digunakan
oleh beberapa Negara dalam menyebut istilah hukum dalam negaranya. Dari semua
istilah tersebut memiliki makna dan maksud yang sama antara istilah yang satu
dengan lainnya, yakni bermakna ketetapan, peraturan atau perintah.
Secara
istilah, hukum merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan secara
mutlak.Hal tersebut dikarenakan luasnya cakupan hukum dalam kehidupan
sehari-hari yang menyebabkan kajian tentang hukum merupakan kajian yang berat
dan serius.Hingga saat ini pakar hukum belum atau bahkan tidak tertarik lagi
untuk membuat definisi tentang hukum.[4]
Prof.
Sudiman Kartohadiprodjo dalam bukunya yang berjudul Pengantar Tata Hukum di Indonesia menyatakan bahwa menyatakan bahwa
jikalau kita bertanya tentang apa yang dimaksud dengan hukum, maka kita akan
menjumpai berbagai pendapat yang berlainan dan pendapat tersebut bukanlah
definisi mutlak dari pada hukum, melainkan hal itu merupakan rumusan atau batasan
tentang hukum. Bahkan Drs. C.S.T. Kansil, S.H. mengutip perkataan Immanuel Kant
yang berbunyi “Noch suchen die juristen
eine definition zu ihrem begriffe von recht (para sarjana masih juga
mencari-cari suatu definisi tentang hukum)”.[5]
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mendifinisikan hukum
merupakan perkara yang sulit dalam memberikan definisi yang memuaskan. Hal
tersebut dikarenakan hukum itu luas ruang lingkupnya serta banyak segi dan
bentuknya, sehingga akan sulit untuk memasukan semuanya ke dalam suatu
rangkaian kalimat yang berupa definisi, yang seharusnya definisi itu biasanya
bersifat singkat dan padat.
Sulitnya
mendefinisiskan hukum yang dapat memuaskan manusia, bukanlah sebuah alasan yang
dijadikan sebagai dasar dalam mencegah diri untuk berfikir tentang rumusan atau
batasan tentang hukum.Hal tersebut dikarenakan memberikan batasan tentang
pengertian hukum merupakan hal yang sangat penting untuk setidak-tidaknya
memberikan pembatasan terhadap ruang lingkup yang luas dan banyak segi serta
banyak bentuknya dari hukum, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi manusia yang
hendak mempelajari hukum.
Salah
satu batasan dikemukakan oleh Anthony Allott dalam bukunya The Limits of Law, dimana iamemberikan tiga pemahaman tentang hukum
yang diantaranya adalah HUKUM (huruf
kapital semua), Hukum (H-nya yang kapital), dan hukum (semua huruf kecil). Pertama, HUKUM
adalah ide atau konsep umum tentang lembaga-lembaga
hukum yang diabstraksikan dari peristiwa-peristiwa tertentu daripadanya.Kedua, Hukum adalah suatu sistem hukum
tertentu secara menyeluruh dan koheren yang terdapat dalam suatu masyarakat
atau negara tertentu.Ketiga, hukumadalah ketentuan
normatif tertentu dari Hukum: aturan atau norma dari suatu sistem
hukum tertentu.[6]
Selanjutnya
H. Enju Juanda, S.H., M.H. mengutip pernyataan
Van Kan dalam bukunya yang berjudul Inleiding
Tot De Rechtswensenchap terkait dengan define hukum, bahwa hukum adalah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan
manusia dalam masyarakat.[7]
Selain
itu, E. Utrecht dalam bukunya Pengantar
Dalam Hukum Indonesia hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata-tertib dalam suatu
masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan,
oleh karena pelangaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari
pihak pemerintah.[8]
Definisi
yang dikemukakan oleh beberapa ilmuan hukum di atas meskipun memiliki bahasa
yang berbeda satu sama lain, tetapi memiliki maksud yang sama bahwa hukum dapat
diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang diberlakukan untuk segenap manusia
di dalam masyarakat tertentu dan bersifat memaksa atau harus ditaati oleh
manusia itu sendiri demi menjaga kepentingan setiap manusia dalam
bermasyarakat.
Dari
beberapa pengertian di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum memiliki
fungsi mengatur setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun
terkait dengan tujuan hukum itu sendiri akan di bahas pada sub bab selanjutnya.
TEORI-TEORI
TUJUAN HUKUM
Tujuan hukum
merupakan ruh dalam menyusun perumusan hukum atau peraturan yang akan
diberlakukan dalam sebuah negara. Oleh karena itu,persoalan ini merupakan
persoalan yang sangat penting. Terdapat beebrapa teori yang menjelaskan tentang
tujuan hukum, yang diantanya adalah:
1. Teori Etis
Teori
etis merupakan teori yang dicetuskan oleh Aristoteles.Dalam bukunya yang
berjudul Rhetorica menjelaskan bahwa
tujuan hukum semata-mata untuk menghendaki keadilan.Isi hukum ditentukan oleh
keyakinan etis kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut
teori ini bertujuan mewujudkan keadilan, yang keadilan itu sendiri diatikan
sebagai suatu keadaan bahwa tiap orang mendapatkan apa yang patut ia dapatkan.Teori
etis menekankan kepada tujuan hukum yang bernuansa moral-etis baik bagi
individu maupun masyarakat secara keseluruhan.Di dalam teori inilah keadilan
dititikberatkan sebagai tujuan hukum. Hal ini dikarenakan isi hukum dianggap
ditentukan oleh keyakinan etis terhadap apa yang adil (justice) dan yang tidak adil (unjustice).[9]
Menurut
Aristoteles, keadilan dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
1.
Keadilan Distributif
Keadlilan distributif
menuntut bahwa setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya, haknya ini
tidak sama untuk setiap orangnya tergantung pada : kekayaan, kelahiran,
pendidikan, kemampuan, dan sebagainya. Keadilan ini sifatnya proporsional
pemerintah terhadap warganya, menentukan apa yang dapat di tuntut oleh warga
masyarakat, justitia distributiva ini merupakan kewajiban pembentuk
undang-undang untuk diperhatikan dalam penyusunan UU. Keadilan ini memberikan
kepada orang menuntut jasa dan kemampuan.Disini bukan kesamaan yang dituntut
tapi perimbangan.Contoh : Pasal 30 ayat 1 UUD’45 yang berbunyi tiap-tiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
2.
Justitia Commutativa
Bentuk keadilan ini
merupakan keadlan yang memberikan kepada setiap orang sama banyak. Disini yang
dituntut adalah kesamaan, yang adil ialah apabila setiap orang diperlakukan sama
tanpa memandang kedudukan. Contohnya : hak asasi manusia. [10]
Menurut
Prof. Van Apeldoorn, mengkritik teori ini dengan pernyataannya bahwa terori
etis berat sebelah, dikarenakan ia tidak cukupmemperhatikan keadaaan yang
sebenernya. Kritik yang dikemukakan Van Apedoorn ini didasari pada pemikiran
bahwa jika hukum ditujukan hanya untuk memberikan apa yang patut diterima oleh
seseorang, , maka sangat sulit untuk membentuk peraturan umum. sedangkan
manusia tidak hiup sendirian.[11]
Teori
ini didukung oleh Geny dalam bukunya yang berjudul Science et Tecnique en Droit Prive Positif menyatakan bahwahukum
bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan yang berangsur kepentingan daya
guna dan kemanfaatan.[12]
2. Teori Utility
Teori
utility merupakan teori yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
kemanfaatan.Kemanfaatan yang dimaksud berupa memberikan sebanyak-banyaknya
kebahagiaan pada sebanyak mungkin orang.Teori ini dicetuskan oleh Jeremy
Bentham, yang ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul Intriduction to the Morals and legislation.Oleh karena itu, hukum
seharus dibentuk dengan menitik beratkan pada apa yang berfaedah bagi
kebanyakan orang.[13]
Berbeda
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mr. J.H.P Nellefroid, dalam bukunya yang
berjudul Inleiding toot de Rechtswetenschap
in Nederland menggabung antara teori etis dan teoriutility. Dimana dalam
pandangannya, tujuan hukum tidak semata-mata mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan.Melainkan keduanya adalah tujuan darihukum itu sendiri.[14]
3. Teori
Normative-Dogmatig
Teori normative-dogmatif
dikemukakan oleh John Austin, bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan
kepastian hukum.teori ini juga dikemukakan oleh Prof. Mr. J. Van Kan yang
menyatakan bahwa hukum bertujuan untuk mencapai kepastian hukum dalam
masyarakat. Menurut Van Kan, adanya kaidah atau norma selain norma hukum
tidaklah cukup untuk mengatur kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan 2 sebab,
yaktu:
a.
Terdapat kepentingan yang tidak teratur dalam beberapa
norma yang ada yang juga memerlukan peraturan tersendiri.
b.
Kaidah-kaidah yang ada juga belum cukup terlindungi.[15]
[1]Soesroso. 2016. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika. Hal. 49.
[2] Sudikno
Mertokusumo. 2011. Teori Hukum. Yogyakarta:
Universitas Atmajaya. Hal. 13-14.
[3] R. Soeroso. 2016. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika. Hal. 24-26.
[4] Samsul Wahidin.
2014. Dimensi Hukum Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 1.
[5] C.S.T. Kansil.
1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 35.
[6] Samsul Wahidin.
Op.cit. Hal. 2-3.
[7] Enju Juanda. Hukum dan Kekuasaan.Fakultas Hukum Universitas Galuh. Vol. 5.No. 2. September 2019.
Hal. 183.
[8]I Ketut Wirawan,
dkk.2017. Pengantar Hukum Indonesia.Denpasar: Universitas Udayana. Hal. 18.
[9]Soeroso. Op.cit.
Hal. 58.
[10] Ibid. Hal. 63-64.
[11]C.S.T.Kansil.
Op.cit. Hal. 44.
[12]Soeroso.Lo.Cit.
[13]Ibid.
[14] C.S.T Kansil.
Lo.cit.
[15] Ibid.
1 Komentar